” Pada usia lanjut, demensia ialah pemicu kematian ke- 4 sehabis penyakit jantung, kanker dan stroke,” demikian diungkapkan Dokter. Silvia Francina Lumempouw, SpS (K) dari Divisi Neurobehavior- Neurogeriatri, Bagian Neurologi FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan makalah bertajuk” Management of Alzheimer’ s Dementia” pada” Neurodegenerative Pembaharuan Seminar”. Seminar itu diselenggarakan dalam rangka Dies Natalies ke- 6 Fakultas Medis Universitas Pelita Harapan di Kampus UPH Lippo Karawaci, Tangerang, Sabtu, 1 September 2007 kemudian.
Penyakit Demensia
Bagi perempuan kelahiran Prabumulih, Sumatera Selatan, 3 Juli 1954 itu, demensia merupakan sindrom klinik penyusutan guna intelektual akibat penyakit di otak. Sindrom ini diisyarati oleh gangguan kognitif, emosional dan psikomotor yang menimbulkan pengidap tidak sanggup menjajaki kegiatan sosial dan mengurus diri sendiri. Gangguan kognitif pada demensia menimbulkan pergantian tingkah laku yang simpel pada demensia tingkatan ringan, hingga pergantian tingkah laku yang sangat mengusik dan meletihkan raga dan psikis untuk yang menjaga.
Pada negara- negara maju terjalin pergantian dramatik demografi penduduknya, ialah meningkatnya populasi usia lanjut. Populasi usia diatas 65 tahun di Amerika Serikat diprediksi bertambah dari 33, 5 juta pada tahun 1995 jadi 39, 4 juta pada tahun 2010 dan diperkirakan jadi lebih dari 69 juta pada tahun 2030. Dengan kenaikan ini timbul masalah- masalah penyakit pada usia lanjut.
Laporan Kementerian Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun merupakan 7, 2% (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta).
Kenaikan angka peristiwa permasalahan demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup sesuatu populasi.
Kira- kira 5% usia lanjut 65- 70 tahun mengidap demensia dan bertambah 2 kali lipat tiap 5 tahun menggapai lebih 45% pada usia diatas 85 tahun. Pada negeri industri permasalahan demensia 0. 5–1. 0% dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10– 15% ataupun dekat 3– 4 juta orang.
Pada tahun terbaru banyak hasil riset dan temuan dibidang genetika, patofisiologi dan riwayat alamiah dari penyakit ini.
Demensia merupakan sindrom gangguan energi ingat diiringi 2 ataupun lebih domain kognitif yang lain (atensi, guna bahasa, guna visuospasial, guna eksekutif, emosi) yang telah mengusik kegiatan kehidupan satu hari hari dan tidak diakibatkan oleh gangguan pada raga.
Demensia dibagi jadi 2 ialah Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer ialah permasalahan demensia paling banyak di negeri maju Amerika dan Eropa dekat 50- 70%. Demensia vaskuler pemicu kedua dekat 15- 20% sisanya 15- 35% diakibatkan demensia yang lain. Di Jepang dan Tiongkok demensia vaskuler 50– 60% dan 30– 40% demensia akibat penyakit Alzheimer.
Demensia Alzheimer berlangsung progresif, gangguan yang tidak bisa membaik yang melanda otak dan dampaknya kehabisan energi ingat, kebimbangan, gangguan evaluasi dan pergantian karakter.
Penyakit ini merupakan pemicu yang sangat universal dari gangguan intelektual yang berat pada orang lanjut usia dan realitasnya ialah sesuatu permasalahan dalam perawatan orang usia lanjut di rumah.
Wajib bisa dibedakan apakah penyusutan energi ingat wajar cocok usia (’age associated memory impairment’ disingkat AAMI) ataupun mengidap gangguan kognitif ringan(’ Mild Cognitive Impairment’ disingkat MCI), yang mana pada hasil riset, 20– 60% MCI hendak ber lanjut sehabis 3- 4 tahun jadi demensia. Gangguan kognitif ringan ialah kontinuum dari demensia Alzheimer.
Kriteria MCI antara lain terdapatnya keluhan gangguan memori, kegiatan hidup tiap hari wajar, guna kognitif universal wajar, tidak terdapat demensia dan penyusutan guna memori tidak wajar cocok usia dan pembelajaran.
Ada pula indikasi dari Demensia Alzheimer merupakan kehabisan energi ingat secara lambat- laun dan progresif, kesusahan dalam menjajaki perintah dan melaksanakan aktivitas tiap hari, gangguan evaluasi, penalaran, konsentrasi dan orientasi, kebimbangan dan kegelisahan, pergantian karakter an kehabisan keahlian buat mengurus diri sendiri.
Aspek efek Demensia Alzheimer (DA) terjalin pada usia lanjut, perempuan, trauma kapitis berat, pembelajaran rendah dan menyangkut aspek genetik permasalahannya 1- 5%.
Sedangkan, ulasan menimpa Demensia Vaskuler di informasikan Dokter. Hartono Prabowo, Sp. S dari Rumah sakit Honoris dan Rumah sakit Usada Insani, Tangerang dan Staf Pengajar FK UPH dan FK Untar dengan judul malakah” Management of Vascular Dementia.”
Bagi laki- laki kelahiran Pekalongan, Agutus 1957 ini, demensia vaskuler dimaksud selaku demensia yang diakibatkan oleh gangguan serebrovaskuler (iskemik/perdarahan), anoksik ataupun hipoksik otak dengan penyusutan kognitip ringan hingga berat dan meliputi seluruh domain, tidak wajib gangguan gangguan memori yang menonjol.
Secara klinis, mungkin diagnosa demensia vaskuler (probable, possible ataupun definit demensia vaskuler) ditegakkan apabila didapatkan pengidap dengan demensia yang berkaitan dengan latar balik CVD (riwayat CVD, klinis terdapatnya deficit neurologis dan diperkuat dengan pencitraan otak). Oleh karenanya demensia vaskuler kerap diucap selaku demensa pasca stroke ataupun demensia multi- infark.
Dekat 70% pengidap stroke hadapi gangguan kognitif (ringan– berat) dan dekat 25- 30% antara lain tumbuh jadi demensia. Stroke mungkin secara langsung menimbulkan demensia ataupun stroke ialah factor presipitasi proses degeneratip pada demensia semacam pada demensia Alzheimer.
Demensia vaskuler ialah tipe demensia paling banyak ke 2 sehabis demensia Alzheimer, dengan angka peristiwa demensia vaskuler tidak berbeda jauh dengan angka peristiwa demensia Alzheimer.
Jellinger, dkk (2002) mengutarakan kalau angka peristiwa demensia vaskuler dekat 47% dari populasi demensia secara totalitas (demensia Alzheimer 48% dan demensia oleh karena lain 5%).
Erkinjutti (2004) memberi tahu peristiwa demensia vaskuler pada populasi usia lebih dari 65 tahun dekat 1, 2– 4, 2% dan pada kelompok usia diatas 65 tahun menampilkan kenaikan angka peristiwa dari 0, 7% dalam kelompok usia 65– 69 tahun sampai menggapai 8, 1% pada kelompok usia diatas 90 tahun. Angka peristiwa demensia vaskuler ini mungkin hendak meningkat bersamaan dengan meningkatnya peristiwa CVD.
Demensia vaskuler dan demensia Alzheimer ialah pemicu utama demensia, apalagi diantara keduanya kerap terjalin bertepatan 6. Erkinjutti (2005) memberi tahu hasil riset patologi lewat proses otopsi, pada 50% pengidap demensia Alzheimer nampak terdapatnya CVD dan pada 80% pengidap demensia vaskuler didapatkan kelainan cocok dengan Alzheimer.
Indikasi klinis demensia vaskuler bermacam- macam, bergantung pada posisi lesi kelainan vaskuler pada otak. Gangguan memori tidak senantiasa menonjol dan terjalin secara bertahap dan relatip dalam masa yang lebih pendek dibanding dengan proses terbentuknya demensia Alzheimer. Onset indikasi demensia vaskuler bisa bertabiat gradual maupun dramatik yang secara garis besar bisa berbentuk gangguan kognitip (gangguan konsentrasi, memori, disorientasi), gangguan komunikasi (afasia, apraksia, agnosia), gangguan keahlian eksekusi ataupun pengambilan keputusan, dan gangguan raga (paresis, gangguan kontrol kandung berkemih) dan lain- lain.
Diagnosa demensia vaskuler ditegakkan dengan fasilitas yang tidak berbeda dengan fasilitas diagnosa demensia Alzheimer 1, 2, 7, 8. Selaku test penyaring (sehabis pengecekan raga universal, pengecekan neurologis) dicoba pengecekan MMSE (sensitivity 71% to 92% dan specificity 56% to 96% 7), CDT (Clock Drawing Test), Activity Daily Living (ADL) dan Instrumental Activity Daily Living (IADL), Disability Assessment fo Dementia (DAD), Ischemic Hachinski Score (IHS) yang bisa membedakan demensia vaskuler dengan demensia Alzheimer, dan bila dibutuhkan bisa dicoba pengecekan neuropsikiatri. Terdapatnya riwayat CVD (stroke) dan terdapatnya kelainan neurologis yang diperkuat terdapatnya kelainan pada pencitraan otak (Brain CT- scan/MRI) membenarkan terdapatnya demensia vaskuler.
Secara klinis demensia vaskuler dibedakan dalam demensia vaskuler pasca stroke (infark/perdarahan), demensia vaskuler subkortikal, dan demensia vaskuler jenis kombinasi (Alzheimer dan vaskuler), yang berhubungan dengan penyusutan neurotransmitter kolinergik (Acethylcoline). Dengan bawah perihal tersebut hingga sebagian preparat Acethylcoline Esterase Inhibitor (Donepezil, Rivastigmin, Galantamine) bisa digunakan dalam penatalaksanaan pengidap demensia vaskuler dan membagikan hasil yang lumayan memuaskan. Walaupun demikian, sampai saat ini belum terdapat preparat yang diakui Tubuh Pengawasan Obat AS (FDA) selaku bahan buat penyembuhan demensia vaskuler.
Guna mengoptimalkan guna kognisi yang masih terdapat, pengobatan non- farmakologik wajib diprogramkan, baik program yang diperuntukan kepada pengidap, ataupun penjaga (caregiver), keluarga ataupun lingkungannya.
Kedudukan keluarga dan caregiver sangat memastikan keberhasilan program penindakan pengidap demensia, baik demensia Alzheimer, demensia vaskuler maupun demensia jenis lain. Terhadap pengidap bisa terbuat program supaya pengidap menempuh sikap hidup sehat, pengobatan rehabilitasi tercantum stimulasi kognitip, olah raga, bimbingan, konseling, pengobatan musik dan pengobatan wicara dan okupasi, disesuaikan dengan kebutuhan yang terdapat. Terhadap area antara lain dengan sediakan sarana untuk pengidap buat melaksanakan akitivitas yang diperlukan, tata ruang yang mencukupi, penyediaan sarana perawatan dan lain- lain.
Pengarahan kepada penjaga (caregiver) merupakan sesuatu perihal yang tidak bisa diabaikan, oleh sebab pengasuhlah yang sangat berfungsi dalam keberhasilan penerapan program- program yang direncanakan baik terhadap pengidap ataupun area.
Gimana komentar Kamu?